Selasa, 12 Januari 2016

Ikhwanku

Mawar merah
Pertanda pengikat sebuah cerita
Pertanda gejolak dalam jiwa
Pertanda pula sebuah hadiah

Wahai wajah sayu nan teduh bila terkena air wudhu
Biarkan aku tetap menatapmu
Melihatmu dari kejauhan nan semu bagimu
Namun hatiku begitu bergetar pilu

Kau begitu berkilau
Bukan hanya bintang yang indah
Namun kau lebih dari sekedar indah

Sungguh kau ya ikhwan
Dengan tanganmu kau mengadah
Meminta doa kepada sang kuasa
Agar terkabullah semua cerca dan harap

Wahai kau ikhwan
Yaa ikhwan nan sholeh dan memukau
Hatiku bergetar seraya mendengar suaramu
Adzan berkumandang mulut bergumam
Hati berguncang jiwa terkemang

Yaa ikhwanku
Dapatkah kau rasakan?
Disini aku melihatmu
Menatapmu mengadah dan meminta
Dengan tetesan - tetesan tak berdosa yang berlinang

Wahai ikhwan
Aku mengagumimu
Lewat doa ku ucapkan
Aku mencintaimu

-YS-

Dunia hitam

Hitam dan begitu pekat
Tak setitikpun ku lihat sebuah harapan
Harapan akan menyentuh sebuah keindahan

Indah
Apa itu indah?
Semacam apakah itu bentuknya?
Aku tak pernah tau
Dan tak pernah faham

Huhh
Dulu bagiku terang itu begitu memukau
Berjuta cahaya bersatu dalam kalbu
Hatiku tak lelah mengucap syahdu

Yang tertinggal saat ini hanyalah kenangan
Kenangan cahaya yang begitu berarti
Begitu berharga
Dan begitu memikat

Satu yang ku tau
Hanya hitam
Yaa hitam memang hitam
Dan mungkin selamanya hitam
Dan gelap itu akan menjadi abadi


-YS-

Rabu, 06 Januari 2016

Warisan abstrak

Namaku arum. Lebih lengkapnya arum saraswati. Aku terlahir dari keluarga yang begitu amat sederhana. Kedua orang tua ku hanya sebagai buruh di ladang orang. Sedangkan aku hanya perempuan yang bekerja di sebuah perusahaan surat kabar. Penghasilanku sebulan cukup hanya untuk membiayai bapakku yang saat ini sedang sakit. Tak pernah aku mengerti kenapa aku ditakdirkan seperti ini. Yang aku lakukan aku hanya bisa banyak-banyak bersyukur. Karena tak banyak orang yang mengalami hal sepertiku. Dan aku beruntung karena setiap semangat yang aku bangun adalah untuk keluargaku.
Saat suatu hari aku mendapat tugas untuk dipindahkan ke kantor pusat di Jakarta. Awalnya aku tak bisa terima tawaran ini. Karena tak mungkin bagiku aku harus jauh dari ibu dan bapakku. Apalagi bapakku sekarang yang semakin hari semakin kering tubuhnya digerogoti oleh penyakit mematikan itu.
“ Ibu apakah rum harus menerima tawaran ini?” aku menahan sendokan nasi yang tengah ingin masuk kedalam mulutku dan sesegera mungkin aku telan karena tak sanggup menerima teriakan perut mungilku. Tangan lusuh dan kasar dari perempuan itu yang banyak memakan derita dan beban cangkul serta alat menanam tumbuhan diladang itu mengelus rambut panjang nan indah milik gadis cantiknya. “nduk,cah ayu. Jika memang takdir suksesmu berada disana kejarlah. Biarlah ibu dan bapakmu ini selalu melihat dan mendoakanmu dari sini.” Wajah cantik gadis perempuan itu pun mengadah keatas, matanya berbinar seakan – akan ingin jatuh berjuta linangan air di kantung matanya yang begitu berat. Sendok yang berisi nasi tadinya ingin ia makan terpaksa ia letakkan diatas kumpulan nasi lainnya pada piring di depannya. Tangan mungil itu pun ikut tersentuh dalam suasana dan akhirnya spontan memeluk tubuh kurus dan tua milik ibunya. “ ibu maafkan rum. Rum masih belum bisa sembuhkan bapak dan bahagiakan kalian. Rum berjanji buk apabila rum disana nanti rum tak akan pernah lupakan ibu dan bapak. Insyaallah rum akan tepati janji rum untuk bahagiakan ibu dan bapak”.
“bu pak, rum pamit. Kalian baik-baik yaa. Rum sayang kalian, begitu rum sampai di Jakarta rum akan segera kirimkan surat untuk ibu dan bapak agar ibu dan bapak tak khawatir dengan keadaan rum disana. Assalamualaikum bu pak”. “ waalaikumsalam cah ayuku. Kamu jaga diri di kota kejam itu. Jangan lupa sholat dan Tuhanmu nak”. Dengan langkah kaki yang begitu berat aku pergi meninggalkan kota dimana aku dilahirkan dan tak pernah aku tinggalkan hingga aku sebesar ini. Berat rasanya harus meninggalkan orangtua ku demi tugas kewajibanku. Bila diizinkan aku memilih, aku akan memilih membawa orangtuaku bersamaku. Sekaligus aku bisa mengobatkan bapakku disana. Namun takdir berkata lain. Bis tengah melaju begitu kencang, hatiku masih terasa tertinggal di kota itu. Di kota ibu bapakku berasal. Dalam hati aku bertasbih, Tuhan ku mohon jaga mereka. Aku tak ingin hal apapun menimpa mereka.
“cilincing,cilincin,cilincing. Tanjung priuk,tanjungpriuk,tanjung priuk”. Suara bersautan itu pun membangunkanku dari tidur lelap semalaman. Begitu cepat aku telah sampai di kota yang orang bilang sangat kejam. Namun aku tak tau sekejam apa kota ini sehingga membuat pahit rasanya bila membicarakan kota ini. “bang kalo ke alamat ini saya harus naik apa ya?”sambil kutunjukkan sebuah kertas berisikan alamat kantor baruku kepada seorang ojek yang tengah memangkal di depan terminal. “ohh ini saya tau neng. Mari saya antar sampai ke tempat tujuan. Silahkan naik neng”.
Sesampai di depan kantor baru ku aku masih tak percaya aku telah berada di Jakarta. Keluar dari kota kelahiranku. “siang mbak saya pegawai baru yang dikirim dari kantor cabang Garut. Saya harus menemui bapak Rama. Bisakah saya bertemu dengan beliau?”. “baik mbak silahkan ditunggu. Sayang panggilkan pak rama dulu”. Setelah aku melihat-lihat sekitaran kantor baruku. Aku merasa sedikit asing dengan semua perubahan ini. Namun ku yakinkan dalam hatiku bahwa aku siap dengan semua ini demi bapak dan ibuku yang jauh disana. “mbak mari ikut saya ke ruangan bapak”.
Tooktokktokk… “masuk” suara lelaki terdengar dari dalam menyahut ketukan pintu dari seorang sekertarisnya. “ pak rama ada yang ingin bertemu dengan bapak dari kantor cabang garut”. “yasudah tinggal saja. Silahkan kamu lanjutkan pekerjaanmu”. “apa kamu yang bernama arum?arum saraswati”. “iiiya pak. Saya arum”. “baik arum karena kinerja kamu di kantor cabang kita begitu baik. Mereka mengirimmu kesini. Hari ini kamu bisa mulai kerja. Sekertaris saya akan mengantar kamu ke tempat kerjamu yang baru”. “baik pak. Terima kasih banyak”.
Hatiku begitu benar-benar canggung menghadapi hari baru ini. Semua yang aku rasa sungguh benar-benar berbeda dan baru. Suasana baru,teman baru,ruang kerja baru serta hari-hariku pun mulai saat ini akan menjadi baru. Hari ini aku habiskan waktuku di meja baru ku. Seperti biasa ku buat sebuah tulisan kecil di sela waktu ku untuk mengisi kekosongan di waktu jenuhku. Cita-citaku memang ingin sekali menjadi seorang penulis. Walau tak terkenal namun aku berharap tulisanku bisa menghibur semua masyarakat yang ada diluar sana. “astaga,aku lupa aku belum mengirim surat untuk ibu dan bapak di kampong”. Dengan cepat aku mengorek tumpukan kertas yang ada di meja baruku. Aku mencari-cari secarik kertas kosong yang cukup untuk sebuah kabar berita menyenangkan yang akan tersampaikan kepada bapak dan ibuku disana.
Ibuku tercinta,
Assalamualaikum bu. Bagaimana kabar ibu dan bapak?apakah kalian sehat. Ibu cah ayu mu ini telah sampai di kota perjuangan bu. Doakan aku agar aku bisa cepat kirimkan uang untuk bisa bapak berobat disana. Bu, disini aku masih merasa asing. Apa mungkin ini karena hari pertama aku disini yaa? namun aku disini mencoba untuk beradaptasi dengan semua ini. Bu, baru sehari aku disini rasanya aku sudah begitu rindu dengan kalian. Ohh iya, mas reza gimana bu? Apa sudah temui kalian dan melihat kesehatan bapak?. Maaf bu aku menitipkan kalian kepada mas reza tanpa ambil persetujuan kepada ibu dulu. Aku begitu mengkhawatirkan kalian. Sudah dulu ya bu kabar dariku. Aku harap surat ini bisa meringankan rasa kekhawatiran kalian terhadapku.
Arum anakmu tercinta
Brukkk… kuhempaskan tubuhku di atas Kasur yang rasanya begitu nyaman. Hari ini terlalu banyak menyita tenagaku. Segera aku mandi dan berganti pakaian. Lalu tak lama pun dunia malam kota Jakarta aku bawa ke dalam mimpi indahku.
“pagi mbak ris. Semoga hari ini cerah”. Sapa ku terhadap teman baru ku yang aku tau namanya riska. Aku begitu menyukainya. Dia orang yang baik, supel, banyak bicara, dan juga dia mudah beradaptasi baik terhadapku yang masih sangat baru di kantor ini. “pagi juga rum. Semalam tidurya nyenyak banget yaa. Keliatan tuh dari muka kamu. Rasanya hari ini fresh banget ketimbang kemarin”. “ahh mbak bisa aja padahal aku biasa aja mbak. Tapi sedikit lumayan capek juga sih, hehehe”. Sambil meringis tak malu aku tampakkan gigi-gigiku ini terhadap sahabat baruku mengakui bahwa memang tebakannya benar. Sebelum aku mulai bekerja aku tak lupa menyempatkan diriku untuk menyampaikkan kabar terhadap ibu dan bapakku.
15 januari 2009
Ibuku tersayang,
Ibu hari ini arum bekerja di hari kedua di kota yang ibu bilang kejam. Arum masih belum melihat bu bagaimana kejamnya kota ini. Seperti anggapan-anggapan orang disana yang begitu pedih dan pahit tentang kota ini. Bu, aku disini sudah dapat sahabat baru. Namanya riska, dia anak yang begitu baik disini bu. Baru 2 hari aku disini dia sudah banyak menolongku bu. Aku sangat bersyukur sekali bu aku bisa dipertemukan dengan banyak orang baik disini. Bu jaga diri baik-baik yaa, sampai disini dulu bu. Nanti arum lanjutkan di surat berikutnya. Kelupaan bu, nitip salam buat mas reza. Bilang juga kalok jaga dan ngecek bapak yang bener biar bapak cepet sehatnya. Peluk hangat dari anakmu untuk kalian ibu bapak.
Arum



4 bulan kemudian
“rum ada surat dari pak pos tadi. Aku taruh di atas meja kamu”. Kata riska yang tengah memberitahuku tentang sebuah bingkisan untukku. Dengan tangannya yang sibuk membawa setumpukan dokumen yang harus dikerjakan. “dari sapa mbak?” rasa penasaranku pun muncul hingga aku berjalan cepat menuju meja kerjaku. “nggak tau dari sapa, cek sendiri aja. Maaf ya rum aku sibuk banget nih”.
Kulihat diatas mejaku memang ada sebuah amplop coklat yang begitu rapid an cantik. Dipojok kiri atas tertulis “teruntuk arum ( kantor pusat jaya kusuma jl. Papanggo utara no 59 jakarta utara ) dari keluarga di kampong”. “ibu bapak, akhirnya membalas suratku juga”. Segera ku sobek ujung amplop itu. Rasanya tak sabar hati ini ingin mengetahui kabar dari mereka.
Arum gadis manis nan imut
Maaf rum aku reza. Sebenarnya ini semua ide ku untuk membalas semua suratmu selama ini. Agar kamu tak khawatirkan keadaan disini. Ibu dan bapak sehat disini, bahkan lebih dari dugaan sebelumnya. Kesehatan bapak semakin hari semakin membaik. Bahkan beliau sekarang sudah mampu berjalan walau dibantu dengan tongkat. Tak apa rum kamu jaga diri baik-baik disana. Biar disini ibu bapak aku yang menjaganya. Ohh ya, mereka berpesan ingin sekali bertemu denganmu. Untuk uang yang kamu kirimkan kemarin akan mereka gunakan untuk menemuimu di Jakarta. Jaga diri baik-baik rum. Aku pun sangat merindukanmu.
Salam hangat reza
Hatiku begitu berdegup kencang. Sebentar lagi aku bisa bertemu dengan ibu dan bapakku. Apalagi bapak sekarang sudah sehat. Secarik kertas yang membawa kabar berita kupeluk erat dalam genggaman kedua tanganku. Tak pernah aku sebahagia ini. Rasanya begitu berdebar. Kusimpan surat balasan yang bagiku begitu penuh arti ini dalam tumpukan dokumen di depanku.
Pagi ini aku akan bertemu dengan orang-orang yang begitu penting dan berarti dalam hidupku. Aku akan bertemu dengan ibu dan bapakku. Yaa hanya mereka yang membuatku begitu semangat dalam menjalani segalanya. Pukul 09:00 kereta dari garut akan tiba di stasiun. Kutunggu mereka sebelum kereta yang mereka tumpangi datang. Tak sabar aku ingin memeluk mereka dengan penuh hangat dan rindu yang begitu lama aku pendam selama ku di Jakarta. Hingga pukul 12:00 tak kunjung juga ku temui kereta dari garut berhenti distasiun. Hatiku mulai resah dan tak karuan. Fikiranku pun semakin tak jelas kemana-mana. Tanganku begitu dingin. Aku pun mencoba meyakinkan hatiku
Nggak rum,nggak bakal terjadi apa-apa sama mereka. Paling cuman telat dating aja keretanya.
3 jam terlewat dari jam 12 siang kereta yang ditumpangi ibu dan bapak pun tak kunjung datang. Aku pun semakin resah. Sudah tak sanggup untuk bersabar lagi. Dan akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke tempat informasi untuk menanyakan kapan kedatangan kereta dari garut. Setelah aku tanyakan, bukan kabar bahagia yang aku dapat namun kabar yang begitu membuat hatiku semakin tambah resah dan begitu sakit rasanya. Semua terasa sakit,begitu menusuk,yaa semua terasa tertusuk dari jantungku hingga menembus tubuh belakangku. Sekujur tubuhku begitu lemas. Semua begitu kaku,mulutku kelu tak mampu mengatakan sepatah kata pun. Hanya air mata yang mengalir begitu deras membasahi pipi dan wajahku.
Ibu dan bapakku yang tengah aku tunggu. Mereka tak akan oernah kujumpai lagi. Aku tak akan pernah melihat wajah mereka lagi. Tak akan pernah bisa tangan hangat ini memeluk tubuh mereka yang begitu rindu dan inginkan sebuah kehangatan dan cinta dari gadis manisnya. Tak akan pernah kujumpai sudut sudut terpaksa yang mereka ciptakan di bibir mereka untuk menghiburku ketika aku sedang terjatuh. Ibu bapak andai kalian tau, aku begitu bahagia mendengar kalian ingin kemari menemuiku. Namun bila semua ini terjadi aku tak pernah perbolehkan kalian kemari, biar aku yang temui kalian. Aku gadis kecilmu,cah ayumu,kesayanganmu ini yang pulang kembali kedalam pelukan dan pangkuan kalian yang setiap saat selalu ada untukku.
Kepulanganku ke garut begitu sangat amat berat. Langkah kakiku begitu kuat tak mampu ku langkahkan lagi rasanya. Semua sendi di tubuhku merasa kelu. Air mataku terus mengalir tanpa hentinya mengenang kepergian bapak dan ibuku. Sungguh rasanya aku kehilangan harta yang begitu berharga dalam hidupku. Tak pernah aku miliki harta yang begitu membanggakanku kecuali mereka. Bahkan bila akan digantikan pun bagiku tak akan oernah seindah mereka. Tak akan pernah dan tak akan ada.
Aku hanya bisa menangis. Menggenggam tanah gundukan yang lebih tinggi dari yang lain. Aku merasa ini begitu mustahil. Hatiku begitu lemah, tubuhku lemas tak berdaya. Isakan demi isakan telah membawaku terhanyut dalam duka yang begitu amat mendalam. Dengan sekuat hati ku tegakkan kepalaku. Kuhapus semua air mataku. Dan kulakukan hal yang sama yang dulu pernah mereka lakukan terhadapku. Ku coba untuk membuat sudut yang begitu indah melengkung di ujung-ujung bibirku.
“Ibu bapak kini aku akan tepati janjiku. Akan kubahagiakan kalian disana. Walau belum sempat aku menuntaskan semuanya, namun akan aku tuntaskan segera bu pak. Untuk kalian, yaa untuk kalian yang selama ini begitu berharga untukku. Terima kasih bu pak. Kalian alasan aku hidup. Dan hanya pada kalian aku berbakti. Dan terima kasih pula bu pak kalian selalu ingatkan aku terhadap Tuhanku”
Ku lanjutkan hidupku kedepan. Kutatap semua begitu membangkitkan semangatku lagi. Apakah ini warisan yang tengah ditinggalkan mereka? Sebuah semangat hidup tanpa pantang menyerah dalam situasi apapun. Kini cita-citaku terwujud. Novel yang aku buat begitu banyak diminati oleh semua masyarakat. Bahkan ada yang mengatakan ingin segera membaca tulisan-tulisanku berikutnya. Memang benar, disetiap kejadian akan selalu mengandung hikmah. Berkat dukungan dokter muda yang berwibawa dan tampan. Yang selalu menjaga harta warisanku dahulu. Dan selalu mengiingatkan aku dengan mereka hingga saat ini. Aku bisa menggapai semua ini. Yaa ini semua berkat mas reza. Lelaki yang begitu baik hati menemani wanita yang begitu tegar menghadapi kekejaman dunia ini sendirian. Dan aku kini telah mengerti dengan apa arti kejamnya kota Jakarta. Seperti yang ibu katakana dahulu sebelum aku berangkat ke kota ini.

“.Ibu bapak aku merindukanmu. Aku tau kalian melihatku dari kejauhan. Mengamati setiap apa yang aku lakukan. Bu pak inilah warisan yang kalian berikan padaku dan aku jalankan hingga saat ini. Semangat yang begitu berkobar. Tenanglah kalian disana. Aku mencintaimu bu pak. Sampai kapanpun kalian tak akan pernah tergantikan”.