Hitam pekat langit malam
Sepoi angin berhilir
Sentuh berdiri bulu roma
Rintik gerimis mengundang
Kian rintik kian melebat
Tuhan
Akankah terusik lagi lelapku ini?
Akankah terkoyah lagi suara keteguhan ini?
Kututup mata yang sudutnya kian memberat
Aku berdusta
Yaa dusta kecil yang menyelip di rongga hati
Bukan
Kini bukan hanya kecil, namun ia menggerogoti
Kian lama kian nanar
Kau bagaikan sepasang mata
Mataku yang hampir saja sempurna
Dengan bentuknya yang pipih di kedua ujung
Hingga membuat lentik bulu mata
Kau memang mata
Mata yang mengobati kebutaanku karna semata
Mata
Ku harap tak ada lagi sebuah dusta
Dusta tentang hatimu dan hatiku
Taburkanlah semerbak warna merona kemerahan semerah wajahmu
Walau itu hanya cinta lalu
Aku tak mengapa
Yang ku tau cinta itu belum berubah
Belum beranjak
Jangankan pergi, melangkah pun ia tak mampu
Mata
Aku mencintaimu
Secinta aku mencitaimu sedari dulu dan seperti dulu
Cinta ini belum berubah
Ketahuilah aku tak mampu berucap
Hanya menyemogakan kau mengetahui dan membaca hati ini
Mata
Kau mataku, memang mataku
Janganlah kamu berhenti menjadi mataku
Menuntunku dalam kegelapan
Mengajarkan aku membenarkan ketika kesalahan
Mata
Sekali lagi
Aku mencintaimu
YF
Sabtu, 20 Februari 2016
Selasa, 12 Januari 2016
Ikhwanku
Mawar merah
Pertanda pengikat sebuah cerita
Pertanda gejolak dalam jiwa
Pertanda pula sebuah hadiah
Wahai wajah sayu nan teduh bila terkena air wudhu
Biarkan aku tetap menatapmu
Melihatmu dari kejauhan nan semu bagimu
Namun hatiku begitu bergetar pilu
Kau begitu berkilau
Bukan hanya bintang yang indah
Namun kau lebih dari sekedar indah
Sungguh kau ya ikhwan
Dengan tanganmu kau mengadah
Meminta doa kepada sang kuasa
Agar terkabullah semua cerca dan harap
Wahai kau ikhwan
Yaa ikhwan nan sholeh dan memukau
Hatiku bergetar seraya mendengar suaramu
Adzan berkumandang mulut bergumam
Hati berguncang jiwa terkemang
Yaa ikhwanku
Dapatkah kau rasakan?
Disini aku melihatmu
Menatapmu mengadah dan meminta
Dengan tetesan - tetesan tak berdosa yang berlinang
Wahai ikhwan
Aku mengagumimu
Lewat doa ku ucapkan
Aku mencintaimu
-YS-
Pertanda pengikat sebuah cerita
Pertanda gejolak dalam jiwa
Pertanda pula sebuah hadiah
Wahai wajah sayu nan teduh bila terkena air wudhu
Biarkan aku tetap menatapmu
Melihatmu dari kejauhan nan semu bagimu
Namun hatiku begitu bergetar pilu
Kau begitu berkilau
Bukan hanya bintang yang indah
Namun kau lebih dari sekedar indah
Sungguh kau ya ikhwan
Dengan tanganmu kau mengadah
Meminta doa kepada sang kuasa
Agar terkabullah semua cerca dan harap
Wahai kau ikhwan
Yaa ikhwan nan sholeh dan memukau
Hatiku bergetar seraya mendengar suaramu
Adzan berkumandang mulut bergumam
Hati berguncang jiwa terkemang
Yaa ikhwanku
Dapatkah kau rasakan?
Disini aku melihatmu
Menatapmu mengadah dan meminta
Dengan tetesan - tetesan tak berdosa yang berlinang
Wahai ikhwan
Aku mengagumimu
Lewat doa ku ucapkan
Aku mencintaimu
-YS-
Dunia hitam
Hitam dan begitu pekat
Tak setitikpun ku lihat sebuah harapan
Harapan akan menyentuh sebuah keindahan
Indah
Apa itu indah?
Semacam apakah itu bentuknya?
Aku tak pernah tau
Dan tak pernah faham
Huhh
Dulu bagiku terang itu begitu memukau
Berjuta cahaya bersatu dalam kalbu
Hatiku tak lelah mengucap syahdu
Yang tertinggal saat ini hanyalah kenangan
Kenangan cahaya yang begitu berarti
Begitu berharga
Dan begitu memikat
Satu yang ku tau
Hanya hitam
Yaa hitam memang hitam
Dan mungkin selamanya hitam
Dan gelap itu akan menjadi abadi
-YS-
Tak setitikpun ku lihat sebuah harapan
Harapan akan menyentuh sebuah keindahan
Indah
Apa itu indah?
Semacam apakah itu bentuknya?
Aku tak pernah tau
Dan tak pernah faham
Huhh
Dulu bagiku terang itu begitu memukau
Berjuta cahaya bersatu dalam kalbu
Hatiku tak lelah mengucap syahdu
Yang tertinggal saat ini hanyalah kenangan
Kenangan cahaya yang begitu berarti
Begitu berharga
Dan begitu memikat
Satu yang ku tau
Hanya hitam
Yaa hitam memang hitam
Dan mungkin selamanya hitam
Dan gelap itu akan menjadi abadi
-YS-
Rabu, 06 Januari 2016
Warisan abstrak
Namaku arum. Lebih lengkapnya arum
saraswati. Aku terlahir dari keluarga yang begitu amat sederhana. Kedua orang
tua ku hanya sebagai buruh di ladang orang. Sedangkan aku hanya perempuan yang
bekerja di sebuah perusahaan surat kabar. Penghasilanku sebulan cukup hanya
untuk membiayai bapakku yang saat ini sedang sakit. Tak pernah aku mengerti
kenapa aku ditakdirkan seperti ini. Yang aku lakukan aku hanya bisa
banyak-banyak bersyukur. Karena tak banyak orang yang mengalami hal sepertiku. Dan
aku beruntung karena setiap semangat yang aku bangun adalah untuk keluargaku.
Saat suatu hari aku mendapat tugas
untuk dipindahkan ke kantor pusat di Jakarta. Awalnya aku tak bisa terima
tawaran ini. Karena tak mungkin bagiku aku harus jauh dari ibu dan bapakku. Apalagi
bapakku sekarang yang semakin hari semakin kering tubuhnya digerogoti oleh
penyakit mematikan itu.
“ Ibu apakah rum harus menerima
tawaran ini?” aku menahan sendokan nasi yang tengah ingin masuk kedalam mulutku
dan sesegera mungkin aku telan karena tak sanggup menerima teriakan perut
mungilku. Tangan lusuh dan kasar dari perempuan itu yang banyak memakan derita
dan beban cangkul serta alat menanam tumbuhan diladang itu mengelus rambut
panjang nan indah milik gadis cantiknya. “nduk,cah ayu. Jika memang takdir
suksesmu berada disana kejarlah. Biarlah ibu dan bapakmu ini selalu melihat dan
mendoakanmu dari sini.” Wajah cantik gadis perempuan itu pun mengadah keatas,
matanya berbinar seakan – akan ingin jatuh berjuta linangan air di kantung
matanya yang begitu berat. Sendok yang berisi nasi tadinya ingin ia makan
terpaksa ia letakkan diatas kumpulan nasi lainnya pada piring di depannya. Tangan
mungil itu pun ikut tersentuh dalam suasana dan akhirnya spontan memeluk tubuh
kurus dan tua milik ibunya. “ ibu maafkan rum. Rum masih belum bisa sembuhkan
bapak dan bahagiakan kalian. Rum berjanji buk apabila rum disana nanti rum tak
akan pernah lupakan ibu dan bapak. Insyaallah rum akan tepati janji rum untuk
bahagiakan ibu dan bapak”.
“bu pak, rum pamit. Kalian baik-baik
yaa. Rum sayang kalian, begitu rum sampai di Jakarta rum akan segera kirimkan
surat untuk ibu dan bapak agar ibu dan bapak tak khawatir dengan keadaan rum
disana. Assalamualaikum bu pak”. “ waalaikumsalam cah ayuku. Kamu jaga diri di
kota kejam itu. Jangan lupa sholat dan Tuhanmu nak”. Dengan langkah kaki yang
begitu berat aku pergi meninggalkan kota dimana aku dilahirkan dan tak pernah
aku tinggalkan hingga aku sebesar ini. Berat rasanya harus meninggalkan
orangtua ku demi tugas kewajibanku. Bila diizinkan aku memilih, aku akan
memilih membawa orangtuaku bersamaku. Sekaligus aku bisa mengobatkan bapakku
disana. Namun takdir berkata lain. Bis tengah melaju begitu kencang, hatiku
masih terasa tertinggal di kota itu. Di kota ibu bapakku berasal. Dalam hati
aku bertasbih, Tuhan ku mohon jaga mereka. Aku tak ingin hal apapun menimpa
mereka.
“cilincing,cilincin,cilincing. Tanjung
priuk,tanjungpriuk,tanjung priuk”. Suara bersautan itu pun membangunkanku dari
tidur lelap semalaman. Begitu cepat aku telah sampai di kota yang orang bilang
sangat kejam. Namun aku tak tau sekejam apa kota ini sehingga membuat pahit
rasanya bila membicarakan kota ini. “bang kalo ke alamat ini saya harus naik
apa ya?”sambil kutunjukkan sebuah kertas berisikan alamat kantor baruku kepada
seorang ojek yang tengah memangkal di depan terminal. “ohh ini saya tau neng. Mari
saya antar sampai ke tempat tujuan. Silahkan naik neng”.
Sesampai di depan kantor baru ku
aku masih tak percaya aku telah berada di Jakarta. Keluar dari kota
kelahiranku. “siang mbak saya pegawai baru yang dikirim dari kantor cabang
Garut. Saya harus menemui bapak Rama. Bisakah saya bertemu dengan beliau?”. “baik
mbak silahkan ditunggu. Sayang panggilkan pak rama dulu”. Setelah aku
melihat-lihat sekitaran kantor baruku. Aku merasa sedikit asing dengan semua
perubahan ini. Namun ku yakinkan dalam hatiku bahwa aku siap dengan semua ini
demi bapak dan ibuku yang jauh disana. “mbak mari ikut saya ke ruangan bapak”.
Tooktokktokk… “masuk” suara lelaki
terdengar dari dalam menyahut ketukan pintu dari seorang sekertarisnya. “ pak
rama ada yang ingin bertemu dengan bapak dari kantor cabang garut”. “yasudah
tinggal saja. Silahkan kamu lanjutkan pekerjaanmu”. “apa kamu yang bernama
arum?arum saraswati”. “iiiya pak. Saya arum”. “baik arum karena kinerja kamu di
kantor cabang kita begitu baik. Mereka mengirimmu kesini. Hari ini kamu bisa
mulai kerja. Sekertaris saya akan mengantar kamu ke tempat kerjamu yang baru”. “baik
pak. Terima kasih banyak”.
Hatiku begitu benar-benar canggung
menghadapi hari baru ini. Semua yang aku rasa sungguh benar-benar berbeda dan
baru. Suasana baru,teman baru,ruang kerja baru serta hari-hariku pun mulai saat
ini akan menjadi baru. Hari ini aku habiskan waktuku di meja baru ku. Seperti biasa
ku buat sebuah tulisan kecil di sela waktu ku untuk mengisi kekosongan di waktu
jenuhku. Cita-citaku memang ingin sekali menjadi seorang penulis. Walau tak
terkenal namun aku berharap tulisanku bisa menghibur semua masyarakat yang ada
diluar sana. “astaga,aku lupa aku belum mengirim surat untuk ibu dan bapak di kampong”.
Dengan cepat aku mengorek tumpukan kertas yang ada di meja baruku. Aku mencari-cari
secarik kertas kosong yang cukup untuk sebuah kabar berita menyenangkan yang
akan tersampaikan kepada bapak dan ibuku disana.
Ibuku
tercinta,
Assalamualaikum
bu. Bagaimana kabar ibu dan bapak?apakah kalian sehat. Ibu cah ayu mu ini telah
sampai di kota perjuangan bu. Doakan aku agar aku bisa cepat kirimkan uang
untuk bisa bapak berobat disana. Bu, disini aku masih merasa asing. Apa mungkin
ini karena hari pertama aku disini yaa? namun aku disini mencoba untuk beradaptasi
dengan semua ini. Bu, baru sehari aku disini rasanya aku sudah begitu rindu
dengan kalian. Ohh iya, mas reza gimana bu? Apa sudah temui kalian dan melihat
kesehatan bapak?. Maaf bu aku menitipkan kalian kepada mas reza tanpa ambil
persetujuan kepada ibu dulu. Aku begitu mengkhawatirkan kalian. Sudah dulu ya
bu kabar dariku. Aku harap surat ini bisa meringankan rasa kekhawatiran kalian
terhadapku.
Arum
anakmu tercinta
Brukkk… kuhempaskan tubuhku di atas Kasur yang rasanya
begitu nyaman. Hari ini terlalu banyak menyita tenagaku. Segera aku mandi dan
berganti pakaian. Lalu tak lama pun dunia malam kota Jakarta aku bawa ke dalam
mimpi indahku.
“pagi mbak ris. Semoga hari ini
cerah”. Sapa ku terhadap teman baru ku yang aku tau namanya riska. Aku begitu
menyukainya. Dia orang yang baik, supel, banyak bicara, dan juga dia mudah
beradaptasi baik terhadapku yang masih sangat baru di kantor ini. “pagi juga
rum. Semalam tidurya nyenyak banget yaa. Keliatan tuh dari muka kamu. Rasanya hari
ini fresh banget ketimbang kemarin”. “ahh mbak bisa aja padahal aku biasa aja
mbak. Tapi sedikit lumayan capek juga sih, hehehe”. Sambil meringis tak malu
aku tampakkan gigi-gigiku ini terhadap sahabat baruku mengakui bahwa memang
tebakannya benar. Sebelum aku mulai bekerja aku tak lupa menyempatkan diriku
untuk menyampaikkan kabar terhadap ibu dan bapakku.
15
januari 2009
Ibuku
tersayang,
Ibu
hari ini arum bekerja di hari kedua di kota yang ibu bilang kejam. Arum masih
belum melihat bu bagaimana kejamnya kota ini. Seperti anggapan-anggapan orang
disana yang begitu pedih dan pahit tentang kota ini. Bu, aku disini sudah dapat
sahabat baru. Namanya riska, dia anak yang begitu baik disini bu. Baru 2 hari
aku disini dia sudah banyak menolongku bu. Aku sangat bersyukur sekali bu aku
bisa dipertemukan dengan banyak orang baik disini. Bu jaga diri baik-baik yaa,
sampai disini dulu bu. Nanti arum lanjutkan di surat berikutnya. Kelupaan bu,
nitip salam buat mas reza. Bilang juga kalok jaga dan ngecek bapak yang bener
biar bapak cepet sehatnya. Peluk hangat dari anakmu untuk kalian ibu bapak.
Arum
4 bulan kemudian
“rum ada surat dari pak pos tadi. Aku
taruh di atas meja kamu”. Kata riska yang tengah memberitahuku tentang sebuah
bingkisan untukku. Dengan tangannya yang sibuk membawa setumpukan dokumen yang
harus dikerjakan. “dari sapa mbak?” rasa penasaranku pun muncul hingga aku
berjalan cepat menuju meja kerjaku. “nggak tau dari sapa, cek sendiri aja. Maaf
ya rum aku sibuk banget nih”.
Kulihat diatas mejaku memang ada
sebuah amplop coklat yang begitu rapid an cantik. Dipojok kiri atas tertulis “teruntuk
arum ( kantor pusat jaya kusuma jl. Papanggo utara no 59 jakarta utara ) dari
keluarga di kampong”. “ibu bapak, akhirnya membalas suratku juga”. Segera ku
sobek ujung amplop itu. Rasanya tak sabar hati ini ingin mengetahui kabar dari
mereka.
Arum
gadis manis nan imut
Maaf
rum aku reza. Sebenarnya ini semua ide ku untuk membalas semua suratmu selama
ini. Agar kamu tak khawatirkan keadaan disini. Ibu dan bapak sehat disini,
bahkan lebih dari dugaan sebelumnya. Kesehatan bapak semakin hari semakin
membaik. Bahkan beliau sekarang sudah mampu berjalan walau dibantu dengan
tongkat. Tak apa rum kamu jaga diri baik-baik disana. Biar disini ibu bapak aku
yang menjaganya. Ohh ya, mereka berpesan ingin sekali bertemu denganmu. Untuk uang
yang kamu kirimkan kemarin akan mereka gunakan untuk menemuimu di Jakarta. Jaga
diri baik-baik rum. Aku pun sangat merindukanmu.
Salam
hangat reza
Hatiku begitu berdegup kencang. Sebentar
lagi aku bisa bertemu dengan ibu dan bapakku. Apalagi bapak sekarang sudah
sehat. Secarik kertas yang membawa kabar berita kupeluk erat dalam genggaman
kedua tanganku. Tak pernah aku sebahagia ini. Rasanya begitu berdebar. Kusimpan
surat balasan yang bagiku begitu penuh arti ini dalam tumpukan dokumen di
depanku.
Pagi ini aku akan bertemu dengan
orang-orang yang begitu penting dan berarti dalam hidupku. Aku akan bertemu
dengan ibu dan bapakku. Yaa hanya mereka yang membuatku begitu semangat dalam
menjalani segalanya. Pukul 09:00 kereta dari garut akan tiba di stasiun. Kutunggu
mereka sebelum kereta yang mereka tumpangi datang. Tak sabar aku ingin memeluk
mereka dengan penuh hangat dan rindu yang begitu lama aku pendam selama ku di Jakarta.
Hingga pukul 12:00 tak kunjung juga ku temui kereta dari garut berhenti
distasiun. Hatiku mulai resah dan tak karuan. Fikiranku pun semakin tak jelas
kemana-mana. Tanganku begitu dingin. Aku pun mencoba meyakinkan hatiku
Nggak
rum,nggak bakal terjadi apa-apa sama mereka. Paling cuman telat dating aja
keretanya.
3 jam terlewat dari jam 12 siang
kereta yang ditumpangi ibu dan bapak pun tak kunjung datang. Aku pun semakin
resah. Sudah tak sanggup untuk bersabar lagi. Dan akhirnya aku memutuskan untuk
pergi ke tempat informasi untuk menanyakan kapan kedatangan kereta dari garut. Setelah
aku tanyakan, bukan kabar bahagia yang aku dapat namun kabar yang begitu
membuat hatiku semakin tambah resah dan begitu sakit rasanya. Semua terasa
sakit,begitu menusuk,yaa semua terasa tertusuk dari jantungku hingga menembus
tubuh belakangku. Sekujur tubuhku begitu lemas. Semua begitu kaku,mulutku kelu
tak mampu mengatakan sepatah kata pun. Hanya air mata yang mengalir begitu
deras membasahi pipi dan wajahku.
Ibu dan bapakku yang tengah aku
tunggu. Mereka tak akan oernah kujumpai lagi. Aku tak akan pernah melihat wajah
mereka lagi. Tak akan pernah bisa tangan hangat ini memeluk tubuh mereka yang
begitu rindu dan inginkan sebuah kehangatan dan cinta dari gadis manisnya. Tak akan
pernah kujumpai sudut sudut terpaksa yang mereka ciptakan di bibir mereka untuk
menghiburku ketika aku sedang terjatuh. Ibu bapak andai kalian tau, aku begitu
bahagia mendengar kalian ingin kemari menemuiku. Namun bila semua ini terjadi
aku tak pernah perbolehkan kalian kemari, biar aku yang temui kalian. Aku gadis
kecilmu,cah ayumu,kesayanganmu ini yang pulang kembali kedalam pelukan dan
pangkuan kalian yang setiap saat selalu ada untukku.
Kepulanganku ke garut begitu sangat
amat berat. Langkah kakiku begitu kuat tak mampu ku langkahkan lagi rasanya. Semua
sendi di tubuhku merasa kelu. Air mataku terus mengalir tanpa hentinya
mengenang kepergian bapak dan ibuku. Sungguh rasanya aku kehilangan harta yang
begitu berharga dalam hidupku. Tak pernah aku miliki harta yang begitu
membanggakanku kecuali mereka. Bahkan bila akan digantikan pun bagiku tak akan
oernah seindah mereka. Tak akan pernah dan tak akan ada.
Aku hanya bisa menangis. Menggenggam
tanah gundukan yang lebih tinggi dari yang lain. Aku merasa ini begitu
mustahil. Hatiku begitu lemah, tubuhku lemas tak berdaya. Isakan demi isakan telah
membawaku terhanyut dalam duka yang begitu amat mendalam. Dengan sekuat hati ku
tegakkan kepalaku. Kuhapus semua air mataku. Dan kulakukan hal yang sama yang
dulu pernah mereka lakukan terhadapku. Ku coba untuk membuat sudut yang begitu
indah melengkung di ujung-ujung bibirku.
“Ibu
bapak kini aku akan tepati janjiku. Akan kubahagiakan kalian disana. Walau belum
sempat aku menuntaskan semuanya, namun akan aku tuntaskan segera bu pak. Untuk kalian,
yaa untuk kalian yang selama ini begitu berharga untukku. Terima kasih bu pak. Kalian
alasan aku hidup. Dan hanya pada kalian aku berbakti. Dan terima kasih pula bu
pak kalian selalu ingatkan aku terhadap Tuhanku”
Ku lanjutkan hidupku kedepan. Kutatap
semua begitu membangkitkan semangatku lagi. Apakah ini warisan yang tengah
ditinggalkan mereka? Sebuah semangat hidup tanpa pantang menyerah dalam situasi
apapun. Kini cita-citaku terwujud. Novel yang aku buat begitu banyak diminati
oleh semua masyarakat. Bahkan ada yang mengatakan ingin segera membaca
tulisan-tulisanku berikutnya. Memang benar, disetiap kejadian akan selalu
mengandung hikmah. Berkat dukungan dokter muda yang berwibawa dan tampan. Yang selalu
menjaga harta warisanku dahulu. Dan selalu mengiingatkan aku dengan mereka
hingga saat ini. Aku bisa menggapai semua ini. Yaa ini semua berkat mas reza. Lelaki
yang begitu baik hati menemani wanita yang begitu tegar menghadapi kekejaman
dunia ini sendirian. Dan aku kini telah mengerti dengan apa arti kejamnya kota Jakarta.
Seperti yang ibu katakana dahulu sebelum aku berangkat ke kota ini.
“.Ibu bapak aku merindukanmu. Aku tau
kalian melihatku dari kejauhan. Mengamati setiap apa yang aku lakukan. Bu pak
inilah warisan yang kalian berikan padaku dan aku jalankan hingga saat ini. Semangat
yang begitu berkobar. Tenanglah kalian disana. Aku mencintaimu bu pak. Sampai kapanpun
kalian tak akan pernah tergantikan”.
Langganan:
Postingan (Atom)