Hitam pekat langit malam
Sepoi angin berhilir
Sentuh berdiri bulu roma
Rintik gerimis mengundang
Kian rintik kian melebat
Tuhan
Akankah terusik lagi lelapku ini?
Akankah terkoyah lagi suara keteguhan ini?
Kututup mata yang sudutnya kian memberat
Aku berdusta
Yaa dusta kecil yang menyelip di rongga hati
Bukan
Kini bukan hanya kecil, namun ia menggerogoti
Kian lama kian nanar
Kau bagaikan sepasang mata
Mataku yang hampir saja sempurna
Dengan bentuknya yang pipih di kedua ujung
Hingga membuat lentik bulu mata
Kau memang mata
Mata yang mengobati kebutaanku karna semata
Mata
Ku harap tak ada lagi sebuah dusta
Dusta tentang hatimu dan hatiku
Taburkanlah semerbak warna merona kemerahan semerah wajahmu
Walau itu hanya cinta lalu
Aku tak mengapa
Yang ku tau cinta itu belum berubah
Belum beranjak
Jangankan pergi, melangkah pun ia tak mampu
Mata
Aku mencintaimu
Secinta aku mencitaimu sedari dulu dan seperti dulu
Cinta ini belum berubah
Ketahuilah aku tak mampu berucap
Hanya menyemogakan kau mengetahui dan membaca hati ini
Mata
Kau mataku, memang mataku
Janganlah kamu berhenti menjadi mataku
Menuntunku dalam kegelapan
Mengajarkan aku membenarkan ketika kesalahan
Mata
Sekali lagi
Aku mencintaimu
YF
Ketika Hati Berbicara
( Spontanitas beberapa kata bahkan lebih yang keluar dari dalam hati )
Sabtu, 20 Februari 2016
Selasa, 12 Januari 2016
Ikhwanku
Mawar merah
Pertanda pengikat sebuah cerita
Pertanda gejolak dalam jiwa
Pertanda pula sebuah hadiah
Wahai wajah sayu nan teduh bila terkena air wudhu
Biarkan aku tetap menatapmu
Melihatmu dari kejauhan nan semu bagimu
Namun hatiku begitu bergetar pilu
Kau begitu berkilau
Bukan hanya bintang yang indah
Namun kau lebih dari sekedar indah
Sungguh kau ya ikhwan
Dengan tanganmu kau mengadah
Meminta doa kepada sang kuasa
Agar terkabullah semua cerca dan harap
Wahai kau ikhwan
Yaa ikhwan nan sholeh dan memukau
Hatiku bergetar seraya mendengar suaramu
Adzan berkumandang mulut bergumam
Hati berguncang jiwa terkemang
Yaa ikhwanku
Dapatkah kau rasakan?
Disini aku melihatmu
Menatapmu mengadah dan meminta
Dengan tetesan - tetesan tak berdosa yang berlinang
Wahai ikhwan
Aku mengagumimu
Lewat doa ku ucapkan
Aku mencintaimu
-YS-
Pertanda pengikat sebuah cerita
Pertanda gejolak dalam jiwa
Pertanda pula sebuah hadiah
Wahai wajah sayu nan teduh bila terkena air wudhu
Biarkan aku tetap menatapmu
Melihatmu dari kejauhan nan semu bagimu
Namun hatiku begitu bergetar pilu
Kau begitu berkilau
Bukan hanya bintang yang indah
Namun kau lebih dari sekedar indah
Sungguh kau ya ikhwan
Dengan tanganmu kau mengadah
Meminta doa kepada sang kuasa
Agar terkabullah semua cerca dan harap
Wahai kau ikhwan
Yaa ikhwan nan sholeh dan memukau
Hatiku bergetar seraya mendengar suaramu
Adzan berkumandang mulut bergumam
Hati berguncang jiwa terkemang
Yaa ikhwanku
Dapatkah kau rasakan?
Disini aku melihatmu
Menatapmu mengadah dan meminta
Dengan tetesan - tetesan tak berdosa yang berlinang
Wahai ikhwan
Aku mengagumimu
Lewat doa ku ucapkan
Aku mencintaimu
-YS-
Dunia hitam
Hitam dan begitu pekat
Tak setitikpun ku lihat sebuah harapan
Harapan akan menyentuh sebuah keindahan
Indah
Apa itu indah?
Semacam apakah itu bentuknya?
Aku tak pernah tau
Dan tak pernah faham
Huhh
Dulu bagiku terang itu begitu memukau
Berjuta cahaya bersatu dalam kalbu
Hatiku tak lelah mengucap syahdu
Yang tertinggal saat ini hanyalah kenangan
Kenangan cahaya yang begitu berarti
Begitu berharga
Dan begitu memikat
Satu yang ku tau
Hanya hitam
Yaa hitam memang hitam
Dan mungkin selamanya hitam
Dan gelap itu akan menjadi abadi
-YS-
Tak setitikpun ku lihat sebuah harapan
Harapan akan menyentuh sebuah keindahan
Indah
Apa itu indah?
Semacam apakah itu bentuknya?
Aku tak pernah tau
Dan tak pernah faham
Huhh
Dulu bagiku terang itu begitu memukau
Berjuta cahaya bersatu dalam kalbu
Hatiku tak lelah mengucap syahdu
Yang tertinggal saat ini hanyalah kenangan
Kenangan cahaya yang begitu berarti
Begitu berharga
Dan begitu memikat
Satu yang ku tau
Hanya hitam
Yaa hitam memang hitam
Dan mungkin selamanya hitam
Dan gelap itu akan menjadi abadi
-YS-
Rabu, 06 Januari 2016
Warisan abstrak
Namaku arum. Lebih lengkapnya arum
saraswati. Aku terlahir dari keluarga yang begitu amat sederhana. Kedua orang
tua ku hanya sebagai buruh di ladang orang. Sedangkan aku hanya perempuan yang
bekerja di sebuah perusahaan surat kabar. Penghasilanku sebulan cukup hanya
untuk membiayai bapakku yang saat ini sedang sakit. Tak pernah aku mengerti
kenapa aku ditakdirkan seperti ini. Yang aku lakukan aku hanya bisa
banyak-banyak bersyukur. Karena tak banyak orang yang mengalami hal sepertiku. Dan
aku beruntung karena setiap semangat yang aku bangun adalah untuk keluargaku.
Saat suatu hari aku mendapat tugas
untuk dipindahkan ke kantor pusat di Jakarta. Awalnya aku tak bisa terima
tawaran ini. Karena tak mungkin bagiku aku harus jauh dari ibu dan bapakku. Apalagi
bapakku sekarang yang semakin hari semakin kering tubuhnya digerogoti oleh
penyakit mematikan itu.
“ Ibu apakah rum harus menerima
tawaran ini?” aku menahan sendokan nasi yang tengah ingin masuk kedalam mulutku
dan sesegera mungkin aku telan karena tak sanggup menerima teriakan perut
mungilku. Tangan lusuh dan kasar dari perempuan itu yang banyak memakan derita
dan beban cangkul serta alat menanam tumbuhan diladang itu mengelus rambut
panjang nan indah milik gadis cantiknya. “nduk,cah ayu. Jika memang takdir
suksesmu berada disana kejarlah. Biarlah ibu dan bapakmu ini selalu melihat dan
mendoakanmu dari sini.” Wajah cantik gadis perempuan itu pun mengadah keatas,
matanya berbinar seakan – akan ingin jatuh berjuta linangan air di kantung
matanya yang begitu berat. Sendok yang berisi nasi tadinya ingin ia makan
terpaksa ia letakkan diatas kumpulan nasi lainnya pada piring di depannya. Tangan
mungil itu pun ikut tersentuh dalam suasana dan akhirnya spontan memeluk tubuh
kurus dan tua milik ibunya. “ ibu maafkan rum. Rum masih belum bisa sembuhkan
bapak dan bahagiakan kalian. Rum berjanji buk apabila rum disana nanti rum tak
akan pernah lupakan ibu dan bapak. Insyaallah rum akan tepati janji rum untuk
bahagiakan ibu dan bapak”.
“bu pak, rum pamit. Kalian baik-baik
yaa. Rum sayang kalian, begitu rum sampai di Jakarta rum akan segera kirimkan
surat untuk ibu dan bapak agar ibu dan bapak tak khawatir dengan keadaan rum
disana. Assalamualaikum bu pak”. “ waalaikumsalam cah ayuku. Kamu jaga diri di
kota kejam itu. Jangan lupa sholat dan Tuhanmu nak”. Dengan langkah kaki yang
begitu berat aku pergi meninggalkan kota dimana aku dilahirkan dan tak pernah
aku tinggalkan hingga aku sebesar ini. Berat rasanya harus meninggalkan
orangtua ku demi tugas kewajibanku. Bila diizinkan aku memilih, aku akan
memilih membawa orangtuaku bersamaku. Sekaligus aku bisa mengobatkan bapakku
disana. Namun takdir berkata lain. Bis tengah melaju begitu kencang, hatiku
masih terasa tertinggal di kota itu. Di kota ibu bapakku berasal. Dalam hati
aku bertasbih, Tuhan ku mohon jaga mereka. Aku tak ingin hal apapun menimpa
mereka.
“cilincing,cilincin,cilincing. Tanjung
priuk,tanjungpriuk,tanjung priuk”. Suara bersautan itu pun membangunkanku dari
tidur lelap semalaman. Begitu cepat aku telah sampai di kota yang orang bilang
sangat kejam. Namun aku tak tau sekejam apa kota ini sehingga membuat pahit
rasanya bila membicarakan kota ini. “bang kalo ke alamat ini saya harus naik
apa ya?”sambil kutunjukkan sebuah kertas berisikan alamat kantor baruku kepada
seorang ojek yang tengah memangkal di depan terminal. “ohh ini saya tau neng. Mari
saya antar sampai ke tempat tujuan. Silahkan naik neng”.
Sesampai di depan kantor baru ku
aku masih tak percaya aku telah berada di Jakarta. Keluar dari kota
kelahiranku. “siang mbak saya pegawai baru yang dikirim dari kantor cabang
Garut. Saya harus menemui bapak Rama. Bisakah saya bertemu dengan beliau?”. “baik
mbak silahkan ditunggu. Sayang panggilkan pak rama dulu”. Setelah aku
melihat-lihat sekitaran kantor baruku. Aku merasa sedikit asing dengan semua
perubahan ini. Namun ku yakinkan dalam hatiku bahwa aku siap dengan semua ini
demi bapak dan ibuku yang jauh disana. “mbak mari ikut saya ke ruangan bapak”.
Tooktokktokk… “masuk” suara lelaki
terdengar dari dalam menyahut ketukan pintu dari seorang sekertarisnya. “ pak
rama ada yang ingin bertemu dengan bapak dari kantor cabang garut”. “yasudah
tinggal saja. Silahkan kamu lanjutkan pekerjaanmu”. “apa kamu yang bernama
arum?arum saraswati”. “iiiya pak. Saya arum”. “baik arum karena kinerja kamu di
kantor cabang kita begitu baik. Mereka mengirimmu kesini. Hari ini kamu bisa
mulai kerja. Sekertaris saya akan mengantar kamu ke tempat kerjamu yang baru”. “baik
pak. Terima kasih banyak”.
Hatiku begitu benar-benar canggung
menghadapi hari baru ini. Semua yang aku rasa sungguh benar-benar berbeda dan
baru. Suasana baru,teman baru,ruang kerja baru serta hari-hariku pun mulai saat
ini akan menjadi baru. Hari ini aku habiskan waktuku di meja baru ku. Seperti biasa
ku buat sebuah tulisan kecil di sela waktu ku untuk mengisi kekosongan di waktu
jenuhku. Cita-citaku memang ingin sekali menjadi seorang penulis. Walau tak
terkenal namun aku berharap tulisanku bisa menghibur semua masyarakat yang ada
diluar sana. “astaga,aku lupa aku belum mengirim surat untuk ibu dan bapak di kampong”.
Dengan cepat aku mengorek tumpukan kertas yang ada di meja baruku. Aku mencari-cari
secarik kertas kosong yang cukup untuk sebuah kabar berita menyenangkan yang
akan tersampaikan kepada bapak dan ibuku disana.
Ibuku
tercinta,
Assalamualaikum
bu. Bagaimana kabar ibu dan bapak?apakah kalian sehat. Ibu cah ayu mu ini telah
sampai di kota perjuangan bu. Doakan aku agar aku bisa cepat kirimkan uang
untuk bisa bapak berobat disana. Bu, disini aku masih merasa asing. Apa mungkin
ini karena hari pertama aku disini yaa? namun aku disini mencoba untuk beradaptasi
dengan semua ini. Bu, baru sehari aku disini rasanya aku sudah begitu rindu
dengan kalian. Ohh iya, mas reza gimana bu? Apa sudah temui kalian dan melihat
kesehatan bapak?. Maaf bu aku menitipkan kalian kepada mas reza tanpa ambil
persetujuan kepada ibu dulu. Aku begitu mengkhawatirkan kalian. Sudah dulu ya
bu kabar dariku. Aku harap surat ini bisa meringankan rasa kekhawatiran kalian
terhadapku.
Arum
anakmu tercinta
Brukkk… kuhempaskan tubuhku di atas Kasur yang rasanya
begitu nyaman. Hari ini terlalu banyak menyita tenagaku. Segera aku mandi dan
berganti pakaian. Lalu tak lama pun dunia malam kota Jakarta aku bawa ke dalam
mimpi indahku.
“pagi mbak ris. Semoga hari ini
cerah”. Sapa ku terhadap teman baru ku yang aku tau namanya riska. Aku begitu
menyukainya. Dia orang yang baik, supel, banyak bicara, dan juga dia mudah
beradaptasi baik terhadapku yang masih sangat baru di kantor ini. “pagi juga
rum. Semalam tidurya nyenyak banget yaa. Keliatan tuh dari muka kamu. Rasanya hari
ini fresh banget ketimbang kemarin”. “ahh mbak bisa aja padahal aku biasa aja
mbak. Tapi sedikit lumayan capek juga sih, hehehe”. Sambil meringis tak malu
aku tampakkan gigi-gigiku ini terhadap sahabat baruku mengakui bahwa memang
tebakannya benar. Sebelum aku mulai bekerja aku tak lupa menyempatkan diriku
untuk menyampaikkan kabar terhadap ibu dan bapakku.
15
januari 2009
Ibuku
tersayang,
Ibu
hari ini arum bekerja di hari kedua di kota yang ibu bilang kejam. Arum masih
belum melihat bu bagaimana kejamnya kota ini. Seperti anggapan-anggapan orang
disana yang begitu pedih dan pahit tentang kota ini. Bu, aku disini sudah dapat
sahabat baru. Namanya riska, dia anak yang begitu baik disini bu. Baru 2 hari
aku disini dia sudah banyak menolongku bu. Aku sangat bersyukur sekali bu aku
bisa dipertemukan dengan banyak orang baik disini. Bu jaga diri baik-baik yaa,
sampai disini dulu bu. Nanti arum lanjutkan di surat berikutnya. Kelupaan bu,
nitip salam buat mas reza. Bilang juga kalok jaga dan ngecek bapak yang bener
biar bapak cepet sehatnya. Peluk hangat dari anakmu untuk kalian ibu bapak.
Arum
4 bulan kemudian
“rum ada surat dari pak pos tadi. Aku
taruh di atas meja kamu”. Kata riska yang tengah memberitahuku tentang sebuah
bingkisan untukku. Dengan tangannya yang sibuk membawa setumpukan dokumen yang
harus dikerjakan. “dari sapa mbak?” rasa penasaranku pun muncul hingga aku
berjalan cepat menuju meja kerjaku. “nggak tau dari sapa, cek sendiri aja. Maaf
ya rum aku sibuk banget nih”.
Kulihat diatas mejaku memang ada
sebuah amplop coklat yang begitu rapid an cantik. Dipojok kiri atas tertulis “teruntuk
arum ( kantor pusat jaya kusuma jl. Papanggo utara no 59 jakarta utara ) dari
keluarga di kampong”. “ibu bapak, akhirnya membalas suratku juga”. Segera ku
sobek ujung amplop itu. Rasanya tak sabar hati ini ingin mengetahui kabar dari
mereka.
Arum
gadis manis nan imut
Maaf
rum aku reza. Sebenarnya ini semua ide ku untuk membalas semua suratmu selama
ini. Agar kamu tak khawatirkan keadaan disini. Ibu dan bapak sehat disini,
bahkan lebih dari dugaan sebelumnya. Kesehatan bapak semakin hari semakin
membaik. Bahkan beliau sekarang sudah mampu berjalan walau dibantu dengan
tongkat. Tak apa rum kamu jaga diri baik-baik disana. Biar disini ibu bapak aku
yang menjaganya. Ohh ya, mereka berpesan ingin sekali bertemu denganmu. Untuk uang
yang kamu kirimkan kemarin akan mereka gunakan untuk menemuimu di Jakarta. Jaga
diri baik-baik rum. Aku pun sangat merindukanmu.
Salam
hangat reza
Hatiku begitu berdegup kencang. Sebentar
lagi aku bisa bertemu dengan ibu dan bapakku. Apalagi bapak sekarang sudah
sehat. Secarik kertas yang membawa kabar berita kupeluk erat dalam genggaman
kedua tanganku. Tak pernah aku sebahagia ini. Rasanya begitu berdebar. Kusimpan
surat balasan yang bagiku begitu penuh arti ini dalam tumpukan dokumen di
depanku.
Pagi ini aku akan bertemu dengan
orang-orang yang begitu penting dan berarti dalam hidupku. Aku akan bertemu
dengan ibu dan bapakku. Yaa hanya mereka yang membuatku begitu semangat dalam
menjalani segalanya. Pukul 09:00 kereta dari garut akan tiba di stasiun. Kutunggu
mereka sebelum kereta yang mereka tumpangi datang. Tak sabar aku ingin memeluk
mereka dengan penuh hangat dan rindu yang begitu lama aku pendam selama ku di Jakarta.
Hingga pukul 12:00 tak kunjung juga ku temui kereta dari garut berhenti
distasiun. Hatiku mulai resah dan tak karuan. Fikiranku pun semakin tak jelas
kemana-mana. Tanganku begitu dingin. Aku pun mencoba meyakinkan hatiku
Nggak
rum,nggak bakal terjadi apa-apa sama mereka. Paling cuman telat dating aja
keretanya.
3 jam terlewat dari jam 12 siang
kereta yang ditumpangi ibu dan bapak pun tak kunjung datang. Aku pun semakin
resah. Sudah tak sanggup untuk bersabar lagi. Dan akhirnya aku memutuskan untuk
pergi ke tempat informasi untuk menanyakan kapan kedatangan kereta dari garut. Setelah
aku tanyakan, bukan kabar bahagia yang aku dapat namun kabar yang begitu
membuat hatiku semakin tambah resah dan begitu sakit rasanya. Semua terasa
sakit,begitu menusuk,yaa semua terasa tertusuk dari jantungku hingga menembus
tubuh belakangku. Sekujur tubuhku begitu lemas. Semua begitu kaku,mulutku kelu
tak mampu mengatakan sepatah kata pun. Hanya air mata yang mengalir begitu
deras membasahi pipi dan wajahku.
Ibu dan bapakku yang tengah aku
tunggu. Mereka tak akan oernah kujumpai lagi. Aku tak akan pernah melihat wajah
mereka lagi. Tak akan pernah bisa tangan hangat ini memeluk tubuh mereka yang
begitu rindu dan inginkan sebuah kehangatan dan cinta dari gadis manisnya. Tak akan
pernah kujumpai sudut sudut terpaksa yang mereka ciptakan di bibir mereka untuk
menghiburku ketika aku sedang terjatuh. Ibu bapak andai kalian tau, aku begitu
bahagia mendengar kalian ingin kemari menemuiku. Namun bila semua ini terjadi
aku tak pernah perbolehkan kalian kemari, biar aku yang temui kalian. Aku gadis
kecilmu,cah ayumu,kesayanganmu ini yang pulang kembali kedalam pelukan dan
pangkuan kalian yang setiap saat selalu ada untukku.
Kepulanganku ke garut begitu sangat
amat berat. Langkah kakiku begitu kuat tak mampu ku langkahkan lagi rasanya. Semua
sendi di tubuhku merasa kelu. Air mataku terus mengalir tanpa hentinya
mengenang kepergian bapak dan ibuku. Sungguh rasanya aku kehilangan harta yang
begitu berharga dalam hidupku. Tak pernah aku miliki harta yang begitu
membanggakanku kecuali mereka. Bahkan bila akan digantikan pun bagiku tak akan
oernah seindah mereka. Tak akan pernah dan tak akan ada.
Aku hanya bisa menangis. Menggenggam
tanah gundukan yang lebih tinggi dari yang lain. Aku merasa ini begitu
mustahil. Hatiku begitu lemah, tubuhku lemas tak berdaya. Isakan demi isakan telah
membawaku terhanyut dalam duka yang begitu amat mendalam. Dengan sekuat hati ku
tegakkan kepalaku. Kuhapus semua air mataku. Dan kulakukan hal yang sama yang
dulu pernah mereka lakukan terhadapku. Ku coba untuk membuat sudut yang begitu
indah melengkung di ujung-ujung bibirku.
“Ibu
bapak kini aku akan tepati janjiku. Akan kubahagiakan kalian disana. Walau belum
sempat aku menuntaskan semuanya, namun akan aku tuntaskan segera bu pak. Untuk kalian,
yaa untuk kalian yang selama ini begitu berharga untukku. Terima kasih bu pak. Kalian
alasan aku hidup. Dan hanya pada kalian aku berbakti. Dan terima kasih pula bu
pak kalian selalu ingatkan aku terhadap Tuhanku”
Ku lanjutkan hidupku kedepan. Kutatap
semua begitu membangkitkan semangatku lagi. Apakah ini warisan yang tengah
ditinggalkan mereka? Sebuah semangat hidup tanpa pantang menyerah dalam situasi
apapun. Kini cita-citaku terwujud. Novel yang aku buat begitu banyak diminati
oleh semua masyarakat. Bahkan ada yang mengatakan ingin segera membaca
tulisan-tulisanku berikutnya. Memang benar, disetiap kejadian akan selalu
mengandung hikmah. Berkat dukungan dokter muda yang berwibawa dan tampan. Yang selalu
menjaga harta warisanku dahulu. Dan selalu mengiingatkan aku dengan mereka
hingga saat ini. Aku bisa menggapai semua ini. Yaa ini semua berkat mas reza. Lelaki
yang begitu baik hati menemani wanita yang begitu tegar menghadapi kekejaman
dunia ini sendirian. Dan aku kini telah mengerti dengan apa arti kejamnya kota Jakarta.
Seperti yang ibu katakana dahulu sebelum aku berangkat ke kota ini.
“.Ibu bapak aku merindukanmu. Aku tau
kalian melihatku dari kejauhan. Mengamati setiap apa yang aku lakukan. Bu pak
inilah warisan yang kalian berikan padaku dan aku jalankan hingga saat ini. Semangat
yang begitu berkobar. Tenanglah kalian disana. Aku mencintaimu bu pak. Sampai kapanpun
kalian tak akan pernah tergantikan”.
Kamis, 31 Desember 2015
Binaran tanda tanya
Bintang bersinar begitu terang
Tenang, indah , dan seakan tak ada yang bisa meredupkan sinarnya
Begitu berbanding dengan hati ini
Redup, senyap, dan begitu gelap
Kusimpan harapan yang tak kutau pasti
Didalam hati rindu berselimut kalbu
Akankah asa menjemput cintaku
Mungkingkah ia enggan untuk dijemput
Kau begitu indah
Begitu berhidayah
Bagiku kau adalah anugerah
Darimu hidayah itu ku dapat
Terselip rindu di dalam jiwa
Terkadang menangis, meronta, memekik
Terkadang pula meringis kesakitan
Mungkinkah kau rasakan hal yang sama?
Aku tak pernah mengerti apakah ini
Apakah ini cinta?
Apakah ini rindu?
Atau semua ini hanyalah semu?
Ahhh aku tak pernah tau
Aku tak perduli
Namun hati ini semakin sakit
Bagaikan tertusuk duri
Duri yang tajam dan begitu amat sangat menancap
Wahai kau lelaki
Dengarlah rintihan hati
Sanggupkah kau menjawab semua pertanyaan hati
Sanggupkah kau menjadi apa yang aku cari selama ini
Tenang, indah , dan seakan tak ada yang bisa meredupkan sinarnya
Begitu berbanding dengan hati ini
Redup, senyap, dan begitu gelap
Kusimpan harapan yang tak kutau pasti
Didalam hati rindu berselimut kalbu
Akankah asa menjemput cintaku
Mungkingkah ia enggan untuk dijemput
Kau begitu indah
Begitu berhidayah
Bagiku kau adalah anugerah
Darimu hidayah itu ku dapat
Terselip rindu di dalam jiwa
Terkadang menangis, meronta, memekik
Terkadang pula meringis kesakitan
Mungkinkah kau rasakan hal yang sama?
Aku tak pernah mengerti apakah ini
Apakah ini cinta?
Apakah ini rindu?
Atau semua ini hanyalah semu?
Ahhh aku tak pernah tau
Aku tak perduli
Namun hati ini semakin sakit
Bagaikan tertusuk duri
Duri yang tajam dan begitu amat sangat menancap
Wahai kau lelaki
Dengarlah rintihan hati
Sanggupkah kau menjawab semua pertanyaan hati
Sanggupkah kau menjadi apa yang aku cari selama ini
Rabu, 30 Desember 2015
Di ujung sujud sejukkan hati part 2
“kkuukuruyukk” “ Hoamm, udah pagi. Kayanya
aku capek banget semalem tidur nyenyak bener”. “ astaga jam 7, aku telat. Maa mama
siapin sarapan, aku telat”. Segera aku bergegas ke kamar mandi dan menyegerakan
untuk mandi, semua hampir siap dan aku pun beranjak ke sebuah tas jinjing
berwarna hitam. Ku masukkan semua buku serta tak pernah kutinggalkan sebuah
novel untuk menemani suntuk menyerang. Ku santap sarapan pagi yang telah
disapkan ibunda tercinta, akibat lapar yang melanda perut mungilku, aku pun
menyantapnya dengan lahap.
“maa aku berangkat, assalamualaikum”
“waalaikumsalam kak, ati-ati dijalan jangan ngebut”. Teriak seorang ibunda dari
dalam dapur yang terdengar hingga depan rumah.
I’m gonna love you like I’m gonna
lose you
I’m gonna hold you like l’m
saying good bye
Forever will stay in, l won’t
take you for granted
Alunan lagu Meghan trainor begitu
membuatku terhanyut, menemaniku disaat perjalanan ke kampus. Masih saja dengan
lagu yang sama lagu itu masih tetap mengalir memasuki lubang telingaku, hingga
membuat mulutku pun tak mau ketinggalan mengikuti jalanannya alunan lagu itu.
Cause we’ll never know it when we’ll
run out of time
So l’m gonna love you, like l’m
gonna lose you
I’m gonna love you, like l’m
gonna lose you
Jam kuliah sudah kutuntaskan semua.
Dihari ini aku ingin menikmati hidupku yang benar- benar berbeda. Ku ambil
novel yang telah ku masukkan ke dalam tas ku setadi pagi. Ku buka halaman
dimana aku terakhir membacanya. Sampulnya yang berwarna pink membuatku bergairah
segera membacanya. Ditengah aku tengah terhanyut dalam cerita yang aku baca. Tiba-tiba
aku pun teringat akan ucapan faiz semalam. Ku korek isi tas ku, kucari dan
terus mencari dimana letak handphone ku kuletakkan. “ini dia, faiz faiz faiz. Ahh
nih bbm tuh anak. Ku baca pesan darinya semalam, belum sempat aku membalasnya
aku pun tertidur dengan pulas karna begitu kegirangannya aku mendapat pesan
yang masih belum aku percaya sampai saat ini.
“pagi faiz, iya oke deh aku mau
jalan sama kamu. Emang kapan kita jalan?”. Sambil aku menunggu balasan dari
faiz aku pun melanjutkan membaca novel yang masih aku pegang di tangan kiriku. “Beep
beep beep beep” , hp ku pun bergetar dan ku tenggok layar hp ku ternyata faiz
telah membalas pesan dariku. “ oke tang, ntar malem aku jemput kamu di rumah ya.
See you tang “. Tak kusanggka jam berjalan begitu cepat. Sedikit mataku melirik
kea rah arloji hitam yang melilit di tangan mungil sebelah kiriku. “ udah jam 4
sore, ujan juga belum reda. Faiz kemana yaa kok belum ada kabar sama sekali,
bikin orang khawatir aja nih anak”. “ beep beep beep beep”. Ku rogoh saku
celana bagian belakangku untuk mengambil hpku yang tengah berbunyi . “ tang
sorry agak telat, ujannya kebat banget. Aku tunggu kamu di depan minimarket aja
yaa”.
Tak lama kemudian aku pun beranjak
jalan ke minimarket dekat rumahku. Dengan hati gugup, rasa tak percaya, tangan
dingin dan bergetar. Aku pun meyakinkan diriku bahwa semua ini nyata dan bukan
mimpi. Yaa ini nyata bukan hanya sekedar cerita karangan belaka yang dibuat
seromantis mungkin oleh si penulisnya. “ tang, udah lama kah nunggunya?” suara
lelaki disebelahku memecahkan lamunannku tentang kurang percayanya dengan semua
ini. “ ehh faiz, ngg nggak kok iz, barusan aja kok aku nunggunya. Kita mau
kemana? Cari makan aja yukk aku laper banget nih”. Sambil memegang perutku yang
sudah keroncongan, aku mencoba merayu faiz agar segera beranjak pergi dari
tempat kita bertemu menuju sebuah warung.
“Iz makasi yaa untuk hari ini, hari
ini aku bener-bener seneng kamu bisa temenin aku jalan. Sekali lagi thank’s
faiz. Kamu hati-hati dijalan yaa, ntar kalok udah nyampek rumah bbm gua balas
oke”.
1 Bulan kemudian
Hari begitu cepat. Kini aku dan
faiz pun semakin dekat. Semua tanda-tanda yang diberikan oleh faiz pun aku
masih tak percaya. Firasatku hanya berkata bahwa diapun miliki rasa yang sama
terhadapku. Dia begitu simple tapi diapun begitu romantis. Dimulai dari dia
secara tiba-tiba memberiku sebuah mawar yang begitu indah. Bunga yang hingga
saat ini aku menyukainya. Bagiku mawar itu adalah bunga yang begitu sakral. Apabila
dia itu diumpamakan sebuah barisan kata yang menjadi sebuah kalimat, dia
mendapat kalimat “simple but sweet”. Yaa dialah lelaki pertama yang aku temui
dengan sejuta kejutan. Dan semoga diapun lelaki terakhir yang akan menjadi
bagian dari hidupku.
“iz bolehkah aku bertanya?” “ boleh
tang Tanya aja, aku akan jawab apapun yang kamu tanyakan. Agar pikiranmu tak
dipenuhi tanda tanya tentang diriku ini”. Tangan besar faiz pun menggengam
tanganku yang begitu mungil bila dibandingkan dengannya. “iz apa kamu serius
denganku? Kita sudah lama kenal . aku tau kamu begitu pula kamu telah
mengetahui siapa aku, dan kamu mampu menerimaku apa adanya. Semalam kamu bilang
kamu ingin mempertemukan kedua orang tua kita. Apa kamu yakin? Lalu bagaimana
dengan kuliah kita? Apa semuanya harus terhenti karna kita ingin bersatu? “. Kulihat
mata lelaki itu pun begitu tajam, lalu berubah menjadi sayu menatap mataku yang
berbinar bahwa tak ingin hubungan serius ini dianggap main-main. Ia pun menarik
nafas begitu panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Mulutnya terbuka
ingin menjawab semua pertanyaan dariku. Lalu dia kembali diam dan tanganya pun
mengarah ke atas kepalaku lalu mengelus-elusnya penuh sayang. “lintang
ketahuilah, aku tak ingin meninggalkanmu. Tak ingin melepaskanmu dan tak ingin
melupakanmu. Kamu tau apa yang aku rasakan walaupun aku tak pernah katakana itu
padamu. Kali ini aku akan katakana semuanya kepadamu. Selama ini memang kamu
anggap semua tak nyata dan tak mungkin dengan apa yang aku lakukan hingga saat
ini. Aku tau kamu selalu memancingku untuk mengatak bahwa aku sayang kamu, aku
cinta kamu, dan aku serius denganmu. Kamu pun sering tanyakan padaku, apakah
aku sedang merindukanmu? Ketahuilah tang aku selalu merindukanmu setiap saat,
aku selau menginginkanmu disampingku setiap saat. Aku menyembunyikan darimu
sedari dulu karna kau ingin buktikan padamu bahwa aku mampu membahagiakanmu
walaupun aku tak begitu miliki banyak materi. Dan untuk study kita, aku mau
melihat calon istriku ini memakai seragam hitam dan membawa sebuah toga
ditanganya. Bersabarlah sayang sebentar lagi kita akan bersatu. Dan ixinkan aku
melamarmu terlebih dahulu. Lintang dengan segenap h=jiwa raga dan seluruh kasih
sayang dan cinta yang aku miliki terhadapmu, maukah kamu menjadi permaisuriku
seperti apa yang kamu mimpikan selama ini?”. Hatiku bergetar, tanganku menjadi
dingin seketika. Lidahku pun kaku, aku tak bisa mengucapkan sepatah katapun
untuk menjawabnya. Semua begitu terasa seperti mimpi bagiku. Yag aku tau selama
ini taka da lelaki yang begitu ingin serius terhadaku. Dan sekarang di depanku,
dihadapanku tengah berdiri lelaki yang ingin meminangku, menyatukan tali sunnah
yang dianjurkan oleh tuhanku dan tuhannya. Aku pun tak kunjung mengucapkan
kata. Tubuhku begitu lemas dan bersandar dipelukkannya. Semua linangan air yang
telah berkumpul lama disudut mataku pun menetes karena tak sanggup lagi untuk
terbendung.
“ Faiz aku mau, yaa aku mau. Aku akan
menunngu dimana kamu menyebutkan namaku di depan penghulu dan banyak orang. Aku
mau iz, aku mau kamu yang selalu berada di sampingku”. Jantungku begitu gugup
dan berdetak sangat kencang. Tak percaya bahwa aku akan segera menyudahi masa
remajaku ini. Faiz lelaki yang baik namun dia begitu cuek. Dia yang tak pernah
perduli dengan wanita cantik yang diiming-imingkan oleh teman-temannya. Dia lelaki
yang menggetarkan hatiku pada setiap sujudnya. Dia yang kulihat ketika bersujud
membuat hatiku begitu sejuk, sesejuk salju yang menerpa raga setiap manusia yang
terkenanya. Yaa dialah lelaki yang saat ini berada disampingku, dia yang
menjadi imam sekaligus ayah yang baik untuk anak-anakku.
Sabtu, 26 Desember 2015
Diujung sujud sejukkan hati part 1
“Aduh” jeritnya meringis karena
tengah menabrak lemari kayu. Lintang melamun karena melihat lelaki yang
ditaksirnya sedang menegakkan kewajiban terhadap Tuhannya. Hati lintangpun
berbisik lirih sambil tak mengalihkan perhatiannya sama sekali. “Rasanya nih
ati adem banget liat dia sholat, ya Allah dia emang benar-benar baik”. Sambil
tersenyum lintangpun berlalu meninggalkan Faiz.
“Assalamualaikum” “Waa,,waalaikumsalam”.
“Sendirian aja tang?” Faiz membuyarkan lamunanku tentangnya, hingga aku
gelagapan menjawab pertanyaanya. “Ehh, iyaa nih. Anak-anak pada belum dating,
mungkin mereka masih di mushollah sebelah”.
“Kemarin tugasnya apa aja? Copy.in
dong materinya” “Ohh, kek biasa iz. Dosen nerangin terus kasih ppt. okee,
sini.in flashdisk lu.” “Nih tang, jangan buka aneh-aneh yaa hehe”. Canda Faiz
ketika ia menyerahkan flashdisknya. Yang membuat jantung ini seakan keluar dari
area tempat tinggalnya adalah, ketika ia tersenyum,tertawa terbahak-bahak dan
ketika melihat ia sholat.
Hari ini begitu melelahkan, baik
karna tugas yang makin hari makin numpuk. Dan juga orderan online shop yang
semakin hari semakin banyak pesanannya. Aku wanita remaja yang sedang menikmati
masa-masa muda yang begitu indah, dengan menghabiskan waktu ku dengan belajar
di sebuah fakultas wartawan. Dan tanpa letihnya aku juga ambil kerja sampingan
dengan jualan secara online. Bagiku mencari ilmu itu sungguh menyenangkan. Selain
aku kuliah, aku juga tengah mengikuti sebuah pelatihan yang diadakan oleh pemerintah
kota tempat tinggalku. Dan disinilah awal mula aku bertemu dengan Faiz. Lelaki yang
begitu baik, ia juga memiliki ilmu agama yang mantap, serta pintar dan cool. Dia
lelaki yang begitu cuek. Ketika semua temannya sedang memperhatikan dan
menaksir wanita untuk jadi pujaan hatinya. Tapi ia memilih diam dan sendiri.
“Beep beep beep beep” tiba-tiba hp
ku bergetar, aku pun segera berlari dari meja rias ke atas Kasur dank u raih hp
ku. Ku lihat layar hpku, tampillah sebuah icon bbm yang tertanda bahwa ada
pesan bbm yang masuk. Dan ternyata lelaki yang tak seberapa tampan dan cuek
yang mengirim pesan bbm padaku. “Tang lagi apa? Bisa minta tolong nggak? Hehe .
ntar masuk pelatihan kan?” “nih anak belum dijawab udah bbm segini banyaknya,
apalagi kalok gua balas. Kalok dikelas sok cuek, ehh kalok di bbm beda banget,
hmm” . aku menggerutu sendiri melihat dan membaca pesan dari faiz. “ Iya iz aku
masuk, ada apa? Kangenkah kamu kepadaku? Hahaha” . “ hehe, kamu bisa aja tang. Aku
mau nitip absen tang , tolong yaa “ “ nih anak ada maunya kan, bener dugaanku
dari awal”. Segera aku membalas pesan dari Faiz “ oke “.
Hari begitu cepat berganti, tak
pernah kusangka ternyata pelatihan yang aku ikuti akan segera selesai. Perasaan
bahagia dan sedih pun kini telah melanda. Yaa kalau anak jaman sekarang bilang
sih galau. Rasa bahagia itu datang karena pelajaran akan segera usai dan aku
akan segera mengetahui seberapa jauh aku menimba ilmu. Dan disisi lain rasa
sedih pun menerpa, karna aku takut tak bisa lagi menyejukkan hatiku. Menyegarkan
pikiranku dengan hanya melihat Faiz lelaki yang sok cuek itu sholat dan
tersenyum gurih. “Hei, kenapa lu ngelamun aja sih tang ?” tegur evi yang datang
menghapiriku tengah melamun sendiri di taman sebelah. “ nggak apa vi, aku cuman
lagi galau aja. Bentar lagi kan kita bakalan usai pelatihan. Jadi bakal kangen
sama suasana kelas yang kacuh gaduh nggak karuan vi.” “ alaah, udah ngomong aja
kalok lu takut kan gabakal bisa ketemu sama cowo super cuek itu” . “ iyaa tang,
udah nggaku aja”. Timpalan kalimat sok tau dari teman yang cerewet dan bawel
yaitu Jamil. “ahhh kamu sok tau deh mil, emang kita ngomongin apa.an tadi?” “
aku tau lah vi, kalian ngomongin Faiz kan?” “prokkk prookkk prookk “ tepuk
tangan pun terdengar begitu meriah dari tangan evi yang duduk disebelahku. “
tenyata teman kita ini pinter juga kek dukun. Tapi dukunnya gapakek menyan yaa.
Hahahaha”. Evi pun dan aku tertawa amat keras hingga rambut keriting evi pun
ikut mengguncang-guncang.
“beep beep beep” kembali hp ku
bergetar. Kutenggok sejenak layar yang menyala. Faiz, nama yang muncul pada
icon bbm tertanda bahwa ada pesan masuk darinya. Ku buka pesan itu lalu aku
membaca dan membalasnya. “ hai tang, lagi apa kamu?”. “pasti nih anak nitip
tanda tangan lagi, huft”. “ nggak lagi ngapa-ngapain iz, lagi ngerjain tugas. Kamu
emang lagi apa?” . “ ohh sorry yaa ganggu, lagi nyantai aja tang, ehh iya lusa
ada acara nggak?”. Aku terkejut mendapat pesan yang tak pernah aku pikirkan
sebelumnya. Dan aku dapat dari seorang lelaki yang selama ini aku kenal begitu
cuek,diam dan nggak banyak basa-basi di kelas. “ nggak ada kok iz, emang
kenapa?” . Tanganku bergetar, keringatku begitu mengucur baik keluar dari dahi
dan tanganku. Jantungku berdegup begitu amat kencang. Tak sabar aku menanti
balasan apa yang akan dikirimkan padaku dari Faiz. Tak lama pun hpku bordering kembali.
Tertanda bahwa faiz membalas pesanku sebelumnya. “ jalan yukk tang. Lagi pengen
refreshing nih”. Melihat kalimat yang tersampaikan dalam pesan itu pun aku
bersorak kegirangan, hatiku begitu berbungga-bungga, rasanya aku tak berada
disini lai, melainkan di dunia berbeda yang benar – benar indah sungguh begitu
indah.
-Bersambung-
Langganan:
Postingan (Atom)